Hari Kartini telah tiba, hari ini tepat tanggal 21 April merupakan hari kelahiran RA. Kartini. Hari spesial yang lebih spesial dari hari Ibu. Lho? Coba lihat, pada hari ibu, paling banter kita semua kasih ucapan melankolis dramatis yang sangat in-situasional kepada ibu kita. “I Love you Mama”.
Kemudian dibalas “Hari gini aja lu Lof Mama, giliran suruh nimba air aja ngabur!!”. Jelas ini situasi yang sangat in-situasional dan berbahaya buat kesehatan. Hehe.
Giliran hari Kartini, bisa ditebak, hampir di seluruh desa hingga kota serentak mengadakan parade absurd, mulai dari TK dan SD, anak-anak kecil yang lugu tersebut di dandani se-tradisional mungkin, dengan tema serupa: Kebaya, tentunya Kebaya bernuansa Jawa supaya dibilang “Kartini Banget”.
Bahkan ada anak-anak lucu berlainan jenis kelamin yang disuruh berpasang-pasangan, bergandengan tangan mirip adegan pengantin dadakan. Hei, mereka belum mengenal arti cinta! Kenapa looe suruh kayak gitu??
Tidak sampai disitu, drama Kartini juga berlanjut ke parade kebaya mamah-mamah kaum gurem hingga kaum Jetset, dari level kecamatan hingga level fashion show. Ini jelas indoktrinisasi kelas absurd, karena tak pernah sedikitpun ada sejarah bahwa R. A Kartini adalah seorang perancang busana. Kesan doktrinasi sangat kental sekali niiih.
Justru ada yang luput dari pengamatan selama ini, Kartini merupakan golongan mamah-mamah muda, meskipun umurnya tidak panjang setelah melahirkan, tetap saja Kartini sudah memiliki anak pada usia 25 tahun.
Umur yang bila di komparasi dengan “hari gini” adalah umur “Mau Matang Manggis” alias belum matang-matang amat. Tapi toh setidaknya ini yang secara ‘gothak-gathuk’ mengindikasi adanya gerakan emansipasi para mamah muda di hari ini.
Berdebat? Hmm..jangankan kaum laki-laki yang berkemeja kinyis-kinyis, preman Kp Rambutan pun akan dilibas nangis darah karena kekuatan mereka. Apalagi jika mereka pakai motor matik? Lebih baik hindari.
Emansipasi
Lalu apakah kekuatan mereka terinspirasi oleh Kartini? Entahlah, namun para mamah-mamah muda ini justru sangat terinspirasi oleh suaminya yang ‘maaf’ dianggap kurang dalam memberikan kecukupan ekonomi.
Meskipun secara materi sebetulnya cukup, tetapi pola gaya hidup sudah merubah mind-set sejati para mamah muda tersebut, tidak perlu dijelaskan karena nanti akan menimbulkan kegaduhan politik fase II.
Inspirasi berikutnya datang dari terhimpitnya situasi dan kondisi alias ancaman gusuran. Sudah tidak aneh ditemukan hampir di setiap tindakan penggusuran adanya gerakan “pamer BH”. Ini juga tidak perlu lagi dijelaskan karena kaum feminist pasti lebih mengerti dari penulis.
Dan yang mengejutkan baru-baru ini adanya gerakan cor kaki di depan Istana yang melibatkan 9 mamah (beberapa tergolong muda) petani asal Blora, Jawa Tengah pada 13 April lalu. Gerakan trengginas yang didasari penolakan pembangunan tambang dan pabrik Semen karena akan mematikan lahan pertanian mereka. Bayangkan, Semen Indonesia, raksasa penguasa semen nasional bahkan harus rela ciut nyalinya berhadapan dengan kekuatan super ini.
Mohon jangan dimasukkan hati celetuk jeng Dian Sastro yang justru bertanya kemana para suaminya, karena mungkin jeng Dian sudah terlalu enak dengan suami yang cukup menghidupi. Tapi mohon dilihat kegigihan hati mereka yang jauh lebih hebat dari demo kaum buruh dan supir taksi para pria yang beringas itu.
Jika semua hal ini terinspirasi oleh Kartini, pasti beliau sangatlah bangga, sebab surat Kartini (Kartini papers) yang dianggap sebuah perjuangan kini telah berubah menjadi kenyataan. Kartini patut bangga jika hari ini masih banyak orang yang mengenalnya karena emansipasinya.
Refleksi Emansipasi
Namun dari sini ada hal yang luput, bahwa emansipasi Kartini itu sekarang jarang dimaknai sebagai refleksi bagaimana peran perempuan seharusnya. Jika hari ini banyak yang belum menyadari tugas dan kewajibannya perempuan apa? Maka peringatan hari Kartini bukanlah hal yang penting.
Karena pada dasarnya emansipasi tidak mengajarkan kau para wanita untuk berkebaya’, bersanggul dan memakai pakaian adat Kartini. Namun lebih ke substansi kemerdekaan para kaum perempuan sejak Adam turun ke Bumi, artinya perempuan tetep perempuan (sesuai fitrah).